Kejagung Buka Peluang Periksa Riza Chalid dalam Kasus Korupsi Pertamina

Pelitadigital.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka peluang untuk memanggil pengusaha minyak Riza Chalid terkait dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina periode 2018-2023. Langkah ini mencuat setelah penyidik menggeledah dua kediaman Riza Chalid di Kebayoran Baru dan Panglima Polim, Jakarta Selatan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyebut bahwa pemanggilan Riza Chalid masih bergantung pada kebutuhan penyidikan.
“Sepanjang merupakan kebutuhan penyidikan, pihak-pihak manapun yang bisa membuat terang tindak pidana ini tentu akan dipanggil,” Katan Herli dikutip dari CNN Indonesia.
Namun, Harli mengaku belum dapat memastikan apakah penyidik sudah melayangkan surat panggilan kepada Riza Chalid. Ia hanya memastikan bahwa pemeriksaan terhadap para tersangka saat ini tengah berlangsung secara intensif.
“Ini masih tersangka, masih pada tersangka. Minggu depan ini, (pemeriksaan kepada) pejabat-pejabat teknis,” tambahnya.
Sembilan Tersangka dan Kerugian Rp193,7 Triliun
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka yang terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satu yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga. Selain itu, terdapat SDS yang menjabat sebagai Direktur Feed Stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF sebagai Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, serta AP yang merupakan VP Feed Stock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Dari pihak swasta, tersangka meliputi Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) yang merupakan Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, serta YRJ yang menjabat sebagai Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Mera. Diketahui, Kerry Andrianto merupakan putra dari Riza Chalid.
Terbaru, Kejagung juga menetapkan dua tersangka tambahan, yaitu Maya Kusmaya yang menjabat sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga.
Total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp193,7 triliun. Kerugian tersebut terdiri dari ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sebesar Rp2,7 triliun, serta impor BBM melalui DMUT/Broker yang menyebabkan kerugian sekitar Rp9 triliun. Selain itu, pemberian kompensasi pada 2023 mencapai Rp126 triliun, sementara kerugian akibat pemberian subsidi tahun yang sama diperkirakan mencapai Rp21 triliun.
Pertamina Klarifikasi Isu BBM Oplosan
Di sisi lain, PT Pertamina (Persero) menegaskan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Perusahaan juga memberikan klarifikasi terkait isu yang menyebut bahwa Pertamax adalah BBM oplosan.
Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, memastikan bahwa Pertamax tetap sesuai standar dengan RON 92 dan memenuhi semua parameter kualitas yang ditetapkan Ditjen Migas.
“Terkait isu yang beredar bahwa BBM Pertamax merupakan oplosan, itu tidak benar,” katanya dalam keterangan resmi, Rabu (26/2).
Fadjar menjelaskan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara oplosan dan blending BBM. Menurutnya, oplosan adalah pencampuran yang tidak sesuai aturan, sedangkan blending merupakan praktik umum dalam produksi bahan bakar.
“Blending dimaksud adalah proses pencampuran bahan bakar atau dengan unsur kimia lain untuk mencapai kadar oktan atau RON tertentu dan parameter kualitas lainnya,” jelasnya.
Ia pun mengimbau masyarakat agar tidak khawatir terhadap mutu BBM Pertamina.
“Kualitas Pertamax sudah sesuai dengan spesifikasinya, yaitu dengan standar oktan 92,” tegasnya.
Dengan terus berlangsungnya proses hukum dan pemeriksaan intensif, publik menantikan perkembangan lebih lanjut terkait dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah petinggi Pertamina serta kemungkinan pemanggilan Riza Chalid dalam waktu dekat.